Pengampunan merupakan hal tersulit untuk dilakukan, karena hal tersebut merupakan sebuah langkah yang membutuhkan keberanian dan kerelaan. Kita harus mengampuni mereka yang menyakiti kita. Alasannya sangat sederhana: kepahitan dan tidak mau mengampuni mengikatkan dirinya dalam-dalam di hati kita; mereka adalah rantai yang menawan kita pada luka-luka serta pesan-pesan dari luka-luka tersebut.
Sebelum Anda mengampuni, Anda tetap menjadi tawanan mereka. Paulus memperingatkan kita bahwa tidak mau mengampuni dan kepahitan dapat mengandaskan hidup dan kehidupan orang lain (Efesus 4:31; Ibrani 12:15). Kita harus melepaskan semua itu
Sekarang, dengarkan baik-baik! Pengampunan adalah sebuah pilihan. Itu bukan perasaan. Jangan mencoba dan merasakan pengampunan. Itu adalah sebuah tindakan kemauan. Jangan menunggu untuk mengampuni sampai Anda merasa ingin mengampuni. Anda tidak akan pernah sampai kesana. Perasaan memerlukan waktu untuk sembuh setelah pilihan untuk mengampuni diambil.
Kita harus mengizinkan Allah untuk memunculkan rasa sakit dari masa lalu kita, karena jika pengampunan Anda tidak meliputi pusat kehidupan emosional Anda, maka itu tidaklah sempurna. Kita mengakui bahwa itu sakit, bahwa itu penting, dan kita memilih untuk memberikan pengampunan kepada ayah kita, ibu kita, mereka yang menyakiti kita. Ini bukan sedang berkata ”itu tidak benar-benar penting”, bukan sedang berkata ”mungkin memang aku pantas menerimanya”. Pengampunan berkata ”itu salah, sangat salah. Itu penting, sangat menyakitiku. Dan, aku melepaskanmu. Aku menyerahkanmu kepada Allah”.
Mungkin akan membantu bila mengingat bahwa mereka yang menyakiti Anda sebenarnya juga memiliki luka yang dalam. Hati mereka hancur, hancur saat mereka kecil, dan mereka merasa tertawan oleh musuh. Mereka adalah barang gadaian di tangannya. Ini tidak membebaskan mereka dari pilihan-pilihan yang mereka buat, hal-hal yang mereka lakukan. Ini hanya membantu kita untuk melepaskannya pergi-untuk menyadari bahwa jika mereka juga sebenarnya berantakan, dipakai oleh musuh kita yang sebenarnya dalam peperangannya sendiri.
Sebelum Anda mengampuni, Anda tetap menjadi tawanan mereka. Paulus memperingatkan kita bahwa tidak mau mengampuni dan kepahitan dapat mengandaskan hidup dan kehidupan orang lain (Efesus 4:31; Ibrani 12:15). Kita harus melepaskan semua itu
Sekarang, dengarkan baik-baik! Pengampunan adalah sebuah pilihan. Itu bukan perasaan. Jangan mencoba dan merasakan pengampunan. Itu adalah sebuah tindakan kemauan. Jangan menunggu untuk mengampuni sampai Anda merasa ingin mengampuni. Anda tidak akan pernah sampai kesana. Perasaan memerlukan waktu untuk sembuh setelah pilihan untuk mengampuni diambil.
Kita harus mengizinkan Allah untuk memunculkan rasa sakit dari masa lalu kita, karena jika pengampunan Anda tidak meliputi pusat kehidupan emosional Anda, maka itu tidaklah sempurna. Kita mengakui bahwa itu sakit, bahwa itu penting, dan kita memilih untuk memberikan pengampunan kepada ayah kita, ibu kita, mereka yang menyakiti kita. Ini bukan sedang berkata ”itu tidak benar-benar penting”, bukan sedang berkata ”mungkin memang aku pantas menerimanya”. Pengampunan berkata ”itu salah, sangat salah. Itu penting, sangat menyakitiku. Dan, aku melepaskanmu. Aku menyerahkanmu kepada Allah”.
Mungkin akan membantu bila mengingat bahwa mereka yang menyakiti Anda sebenarnya juga memiliki luka yang dalam. Hati mereka hancur, hancur saat mereka kecil, dan mereka merasa tertawan oleh musuh. Mereka adalah barang gadaian di tangannya. Ini tidak membebaskan mereka dari pilihan-pilihan yang mereka buat, hal-hal yang mereka lakukan. Ini hanya membantu kita untuk melepaskannya pergi-untuk menyadari bahwa jika mereka juga sebenarnya berantakan, dipakai oleh musuh kita yang sebenarnya dalam peperangannya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar